Sistem kekebalan adalah sistem
pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau
serangan organisme, termasukvirus, bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam
perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti yang terjadi
pada autoimunitas, dan melawan sel yang teraberasi menjadi tumor.
Kemampuan sistem kekebalan untuk
membedakan komponen sel tubuh dari komponen patogen asing akan menopang amanat yang
diembannya guna merespon infeksi patogen - baik yang berkembang biak
di dalam sel tubuh (intraselular) seperti misalnya virus, maupun yang
berkembang biak di luar sel tubuh (ekstraselular) - sebelum berkembang
menjadi penyakit.
B.GANGGUAN AUTOIMUN
Gangguan autoimun adalah kegagalan fungsi
sistem kekebalan tubuh yang membuat badan menyerang jaringannya sendiri. Sistem
kekebalan tubuh bekerja dalam dua langkah, yaitu membedakan sel-sel asing
dengan sel-sel tubuh sendiri dan mengambil tindakan terhadap sel-sel asing.
Jika langkah pertama tidak beres, maka ada dua kemungkinan. Pertama, sistem
kekebalan tubuh diredam dan tubuh tidak lagi mengenali patogen asing. Ini
adalah kasus pada AIDS di mana sistem kekebalan tubuh melemah. Kedua, sistem
kekebalan tidak diredam sehingga menyerang sel-sel tubuh sendiri maupun sel-sel
asing tanpa kecuali. Ini adalah kasus pada penyakit autoimun. Sistem kekebalan
tubuh Anda menjadi benar-benar di luar kendali.
Sistem imun menjaga tubuh melawan apa
yang dilihatnya sebagai bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk
mikro-jasad, parasit, sel kanker. Bahan yang bisa merangsang respon
imunitas disebut antigen. Antigen adalah molekul yang mungkin terdapat dalam
sel atau di atas permukaan sel (seperti bakteri, virus, atau sel kanker).
Beberapa antigen, seperti molekul serbuk sari atau makanan, ada di mereka
sendiri.
Sel sekalipun pada orang yang memiliki
jaringan sendiri bisa mempunyai antigen. Tetapi, biasanya, sistem imun bereaksi
hanya terhadap antigen dari bahan asing atau berbahaya, tidak terhadap antigen
dari orang yang memiliki jaringan sendiri. Tetapi, sistem imunitas
kadang-kadang rusak, menterjemahkan jaringan tubuh sendiri sebagai antibodi
asing dan menghasilkan (disebut autoantibodi) atau sel imunitas menargetkan dan
menyerang jaringan tubuh sendiri. Respon ini disebut reaksi autoimun. Hal
tersebut menghasilkan radang dan kerusakan jaringan. Efek seperti itu mungkin
merupakan gangguan autoimun, tetapi beberapa orang menghasilkan jumlah yang
begitu kecil autoantibodi sehingga gangguan autoimun tidak terjadi.
Genetik. Penyakit autoimun cenderung
diwariskan dalam keluarga. Pada studi kembar diketahui bahwa jika seorang
kembar identik menderita penyakit autoimun, kembarannya kemungkinan 30 – 50
persen juga menderita penyakit yang sama. Tapi tidak 100 persen, yang berarti
bahwa gen tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas timbulnya penyakit. Seringkali,
penderita dapat mengkompensasi cacat genetik dan dia hidup normal tanpa
penyakit autoimun.
C.PENYEBAB
Reaksi autoimun dapat dicetuskan oleh
beberapa hal :
·
Senyawa normal di tubuh berubah, misalnya, oleh virus, obat, sinar
matahari, atau radiasi.
·
Bahan senyawa yang berubah mungkin kelihatannya asing bagi sistem
kekebalan tubuh. Misalnya, virus bisa menulari dan mengubah sel di badan.
·
Sel yang ditulari oleh virus merangsang sistem imun tubuh untuk
menyerangnya.
·
Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin memasuki
badan.
·
Sistem imun tubuh yang tidak pintar dapat menganggap senyawa badan
mirip seperti bahan asing sebagai sasaran. Misalnya, bakteri penyebab sakit
kerongkongan mempunyai beberapa antigen yang mirip dengan sel jantung manusia.
Jarang terjadi, sistem imun tubuh dapat menyerang jantung orang sesudah sakit
kerongkongan (reaksi ini bagian dari deman rumatik).
·
Sel yang mengontrol produksi antibodi misalnya, limfosit B (salah
satu sel darah putih) mungkin rusak dan menghasilkan antibodi abnormal yang
menyerang beberapa sel badan.
·
Genetik/Keturunan. Keturunan mungkin terlibat pada beberapa
kekacauan autoimun. Pada orang yang rentan, satu pemicu seperti infeksi virus
atau kerusakan jaringan, dapat membuat kekacauan berkembang. Faktor Hormonal
juga mungkin dilibatkan, karena banyak kekacauan autoimun lebih sering terjadi
pada wanita.
·
Faktor Hormonal
D.GEJALA
Gangguan autoimun dapat menyebabkan
demam. Tetapi, gejala bervariasi bergantung pada gangguan dan bagian badan yang
terkena. Beberapa gangguan autoimun mempengaruhi jenis tertentu jaringan di
seluruh badan misalnya, pembuluh darah, tulang rawan, atau kulit. Gangguan
autoimun lainnya mempengaruhi organ khusus. Sebenarnya organ yang mana pun,
termasuk ginjal, paru-paru, jantung, dan otak, bisa dipengaruhi. Hasil dari
peradangan dan kerusakan jaringan bisa menyebabkan rasa sakit, merusak bentuk
sendi, kelemahan, penyakit kuning, gatal, kesukaran pernafasan, penumpukan
cairan (edema), demam, bahkan kematian.
E. CONTOH-CONTOH PENYAKIT AUTOIMUN
Contoh-contoh penyakit autoimun,
diantaranya :
1. Hepatitis oleh virus hepatitis C
Penyakit hepatitis akibat serangan virus
hepatitis C terjadi akibat antibody menyerang tubuh sendiri. Antibody tersebut
semula dibuat sebagai respon tubuh terhadap paparan antigen antara lain virus,
akan tetapi sekuen asam amino dari protein virus mirip dengan sekuen protein
dari jaringan tubuh, sehingga antibody yang ada dapat merusak jaringan tubuh sendiri.
2. Graves’disease
Penyakit Graves timbul sebagai akibat dari
produksi antibody yang merangsang tiroid. Mekanisme respon autoimun yang
terjadi pada penyakit graves, melibatkan reaksi antibody yang disebut
denganlong acting thyroid stimulator bereaksi dengan reseptor thyroid
stimulating hormone yang terdapat pada pemukaan kelenjar tiroid, sehingga
meningkatkan produksi hormone tiroid yang berlebihan.
3. Myasthenia gravis
Penyakit myasthenia gravis merupakan penyakit
autoimun yang mengakibatkan kelemahan otot secara progresif. Hal ini disebabkan
karena antibody menutupi reseptor asetilkolin dengan immunoglobulin dapat
mencegah penerimaan impuls saraf, yang dalam keadaan normal disalurkan oleh
molekul asetilkolin, sehingga menimbulkan kelemahan otot. Apabila otot yang
diserang adalah otot diafragma. Maka diafragma tidak dapat berfungsi dengan
baik sehingga dapat menyebabkan kegagalan pernafasan dan kematian.
4. Systemic lupus erythematosus/SLE
Penyakit lupus yang dalam bahasa kedokterannya
dikenal sebagai systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang
menyerang banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau
kronis, dan disertai adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri. Lupus
atau systemic lupus erythematosus (SLE) lebih sering ditemukan pada ras
tertentu seperti ras kulit hitam, cina, dan filipina. Penyakit ini terutama
diderita oleh wanita muda dengan puncak kejadian pada usia 15-40 tahun (selama
masa reproduktif) dengan perbandingan wanita dan laki-laki 5:1.
5. Reumatoid arthritis (radang sendi)
Rheumatoid arthritis merupakan kelainan sendi
yang disebabkan oleh reaksi kompleks imun antara IgM, IgG, dan komplemen pada
persendian. Reaksi kompleks imun yang terjadi antara faktor rheumatoid dengan
bagian Fc-IgG yang ditimbun pada sendi sinovia akan mengaktifkan system
komplemen dan melepas mediator kemotaksis terhadap granulosit. Respon inflamasi
yang disertai permiabilitas vaskuler menimbulkan pembengkakan sendi dan sakit
bila eksudat bertambah banyak. Senyawa enzimatik yang dilepas oleh neutrofil
segera memecah kolagen dan tulang rawan sendi yang menimbulkan destruksi
permukaan sendi sehingga mengganggu fungsi normal sendi. Akibat inflamasi yang
berulang dapat terjadi penimbunan fibrin dan penggantian tulang rawan oleh jaringan
ikat, sehingga sendi sulit digerakkan.
6. Multiple sclerosis
Penyakit multiple sclerosis merupakan salah
satu contoh reaksi autoimun dimana sel T dan makrofag dapat merusak sel-sel
saraf. Penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti, akan tetapi secara
epidemiologi diduga bahwa beberapa jenis mikroorganisme pathogen terlibat dalam
proses perjalanan penyakit. Infeksi virus Epstein-Barr seringkali disebut
sebagai penyebab utamanya.
7. Diabetes mellitus tipe I
Penyakit autoimun lainnya yaitu diabetes
mellitus yang tergantung pada insulin (insulin dependent diabetes mellitus).
Melalui mekanisme reaksi yang sama, respon imun seluler dapat merusak sel-sel
pancreas yang mensekresi insulin. Kerusakan sel pancreas dapat mengakibatkan
penyakit diabetes yang selalu tergantung pada insulin.
8. Varisela
Varisela adalah infeksi virus akut yang
ditandai dengan adanya vesikel pada kulit yang sangat menular. Penyakit ini
disebut juga chicken pox, cacar air, atau varisela zoster. Varisela disebabkan
oleh Herpesvirus varicellae atau Human (alpha) herpes virus-3 (HHV3).
Penyakit ini menyerang semua usia, kekebalan varisela
berlangsung seumur hidup setelah seseorang terkena penyakit ini satu kali.
9. Campak
Campak adalah suatu penyakit akut yang menular
disebabkan oleh morbili virus. Campak disebut juga rubeola, morbili, atau
measles. Penyakit ini ditandai dengan gejala awal demam, batuk, pilek, dan
konjungtivis yang kemudian diikuti dengan bercak kemerahan pada kulit (rash). Campak
basanya menyerang anak-anak dengan derajat ringan sampai sampai sedang.
Penyakit ini dapat meninggalkan gejala sisa kerusakan neurologis akibat
eradangan otak (ensefalitis).
Penyakit campak
disebabkan oleh virus campak,dari family Paramyxovirus, genus Morbilivirus.
Virus ini adalah virus RNA yang dikenal hanya mempunyai satu antigen. Struktur
virus ini mirip dengan virus penyebab parotitis epidemis dan parainfluenza.
Setelah timbulya ruam kulit, virus aktif dapat ditemukan pada secret
nasofaring,darah,dan air kencing dalam waktu sekitar 34 jam pada
suhu kamar.
F. DIAGNOSA
Pemeriksaan darah yang menunjukkan adanya
radang dapat diduga sebagai gangguan autoimun. Misalnya, pengendapan laju
eritrosit (ESR) seringkali meningkat, karena protein yang dihasilkan dalam
merespon radang mengganggu kemampuan sel darah merah (erythrocytes) untuk tetap
ada di darah. Sering, jumlah sel darah merah berkurang (anemia) karena radang
mengurangi produksi mereka. Tetapi, radang mempunyai banyak sebab, banyak
diantaranya yang bukan autoimun.
Dengan begitu, dokter sering menganjurkan
pemeriksaan darah untuk mengetahui antibodi yang berbeda yang bisa terjadi pada
orang yang mempunyai gangguan autoimun khusus. Contoh antibodi ini ialah
antibodi antinuclear, yang biasanya ada di lupus erythematosus sistemik, dan
faktor rheumatoid atau anti-cyclic citrullinated peptide (anti-CCP) antibodi,
yang biasanya ada di radang sendi rheumatoid. Tetapi antibodi ini pun
kadang-kadang mungkin terjadi pada orang yang tidak mempunyai gangguan autoimun,
oleh sebab itu dokter biasanya menggunakan kombinasi hasil tes dan tanda dan
gejala orang untuk mengambil keputusan apakah ada gangguan autoimun.
G.
PENGOBATAN
Pengobatan memerlukan kontrol reaksi
autoimmune dengan menekan sistem imun tubuh, tetapi beberapa obat yang
digunakan untuk penyakit autoimun juga mengganggu kemampuan badan untuk
berjuang melawan penyakit, terutama infeksi.
Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh
(imunosupresan), seperti azathioprine, chlorambucil, cyclophosphamide,
cyclosporine, mycophenolate, dan methotrexate, sering digunakan, biasanya
secara oral dan seringkal dengan jangka panjang. Tetapi, obat ini menekan
bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan untuk membela diri
terhadap senyawa asing, termasuk mikro-jasad penyebab infeksi dan sel
kanker.Konsekuensinya, risiko infeksi tertentu dan kanker meningkat.
Kortikosteroid, seperti prednison,
diberikan biasanya secara oral. Obat ini mengurangi radang sebaik menekan
sistem imun tubuh. Kortikosteroid yang digunakan dalam jangka panjang memiliki
banyak efek samping.
Etanercept, infliximab, dan adalimumab
menghalangi aksi faktor tumor necrosis (TNF), bahan yang bisa menyebabkan
radang di badan. Obat ini sangat efektif dalam mengobati radang sendi
rheumatoid, tetapi mereka mungkin berbahaya jika digunakan untuk mengobati
gangguan autoimun tertentu lainnya, seperti multipel sklerosis. Obat ini juga
bisa menambah risiko infeksi dan kanker tertentu.
Transfer Factor untuk Gangguan Autoimun :
Transfer factor berisi modulator imun
yang terdiri dari peningkat dan penekan daya tahan tubuh, yang tidak hanya
berfungsi sebagai peringatan panggilan untuk kekebalan, tetapi juga membantu
menormalkan dan menyeimbangkan sistem kekebalan terlalu agresif seperti
terlihat dalam kasus-kasus seperti kelelahan kronis, rheumatoid
arthritis , multiple sclerosis dan lupus.
Pada tahun 1976, pelopor Transfer Factor,
H. Sherwood Lawrence, mulai menyelidiki potensi Transfer Factor untuk orang
dengan gangguan autoimun. Saat ini, Transfer Factor dapat dipakai untuk
membantu kesembuhan berbagai kondisi autoimun karena berfungsi untuk mengatur
dan menormalkan respons sistem imun.
Dr William Hennen, Ph.D., seorang ahli
dalam senyawa farmakologis dan penulis Transfer Factor dan Enhanced Transfer
Factor, telah melakukan penelitian lanjut tentang manfaat terapeutik dari
molekul-molekul kekebalan. Informasi berikut pada beberapa penyakit dan
gangguan yang dapat dibantu kesembuhannya dengan transfer factor berasal dari
investigasi lengkap nya:
Rheumatoid arthritis. Peneliti
Jepang menemukan bahwa suplementasi transfer factor digunakan dengan sukses
baik dalam kasus rheumatoid arthritis remaja yang tidak responsif terhadap
dosis tinggi steroid dan immunosuppressants.
Diabetes mellitus. Pada tahun 1996,
para ilmuwan melaporkan bahwa baik tindakan peningkat dan penekan transfer
faktor berkontribusi lama efeknya dan anti-diabetes dalam
penelitiannya. Ini adalah berita bagus bagi siapa saja yang menderita
diabetes tipe 1.
Dermatitis atopik. Tiga puluh uji
subyek dengan dermatitis atopik sedang hingga berat dibantu kesembuhannya
dengan suplemen transfer factor dan peningkatan yang signifikan terlihat dalam
empat gejala utama dari penyakit kulit yang menyakitkan.
H.GAYA HIDUP SEHAT
1. Olahraga teratur dan hindari stress
Olahraga, sebagai bagian dari gaya hidup sehat, bisa membantu kita
mencegah masalah pencernaan. Sebuah penelitian ilmiah yang dipublikasikan di
jurnal Clinical Gastroenterology and Hepatology, seperti yang dikutip situs
askmen menemukan, aktivitas fisik bisa mengurangi banyak gangguan pencernaan.
Dalam studi ini, para peneliti menemukan hubungan antara obesitas, kurang
olahraga, rasa sakit di perut, diare, dan gejala-gejala gangguan usus. Di sisi
lain, stres juga berpengaruh buruk terhadap sistem pencernaan. Tubuh akan
merespon stres dengan cara mengurangi aliran darah ke perut dan menurunkan
produksi enzim-enzim pencernaan, serta memperlambat proses pencernaan.
Akibatnya akan merasa perut kembung dan juga memicu konstipasi.
2. Perhatikan lingkungan dan makanan.
Dibandingkan dengan nenek moyang kita, kita jauh lebih banyak
terpapar oleh berbagai zat kimia yang membanjiri sistem kekebalan tubuh kita.
Ketika sel-sel kekebalan di dalam usus menyortir setiap zat yang kita makan
apakah berbahaya dan tidak, kemungkinan terjadi kesalahan meningkat. Penyakit
autoimun dapat terjadi melalui reaksi kebingungan terhadap zat yang masuk,
apakah berbahaya atau tidak. Rotavirus sangat mirip dengan molekul fotoreseptor
tertentu di mata. Kebingungan ini diduga menyebabkan uveitis, yang pada
akhirnya dapat merusak penglihatan.
REFERENSI :
·
http://majalahkesehatan.com/penyakit-autoimun-ketika-sistem-kekebalan-tubuh-kebingungan/
·
http://4lifehealthylife.wordpress.com/tag/gangguan-sistem-imun/
·
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_kekebalan
·
http://cimotwihel.blogspot.com/2012/09/penyakit-sistem-imun.html
0 komentar:
Posting Komentar